Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
HIDUP SEDERHANA PEMIKIRAN JANGAN SEDERHANA

MAKALAH | Doktrin Aswaja Dalam Aspek Kehidupan

 

DOKTRIN ASWAJA DALAM ASPEK KEHIDUPAN

Disusun Guna Melengkapi Tugas

                                        Mata Kuliah:Aswaja

      Dosen Pengampu:Agus Nur Soleh,M.Pd.I



Di Susun oleh :

Moh. 'Abdul Faqih (20116939)

                                       

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA

2021

 

KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul doktrin aswaja dalam aspek kehidupan  ini dengan baik.Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Nur Soleh,M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Aswaja.

          Dalam penulisan makalah ini,kami menyadari bahwa masih banyak kekeliruan ataupun kesalahan,baik dalam materi pembahasan maupun teknik penulisan.Meskipun demikian,inilah usaha maksimal yang dapat kami selaku penulis lakukan.

          Semoga dengan makalah ini pembaca dapat menambah ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

 

Kebumen,2 Maret 2021

                                                                                                                        Penyusun,

 



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………………………………….

1.2   Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………………………………………….

1.3   Tujuan…………………………………………………………………………………………………………………………………………………

BAB II  PEMBAHASAN

2.1 Doktrin Aswaja dalam aspek Kehidupan………………………………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Daftar pustaka…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Istilah Ahlussunnah wal Jama'ah (ASWAJA), merupakan gabungan dari tiga kata, yakni Ahl, Assunnah, dan Aljamâ'ah.Secara etimologis, kata ahl (أهل) berarti golongan, kelompok atau komunitas. Etimologi kata assunah (السنّة) memiliki arti yang cukup variatif, yakni: wajah bagian atas, kening, karakter, hukum, perjalanan, jalan yang ditempuh, dll. Sedangkan kata aljamâ'ah (الجماعة) berarti perkumpulan sesuatu tiga ke atas.

Adapun terminologi Ahlussunnah wal Jama'ah, bukan merujuk kepada pengertian bahasa (lughawi) ataupun agama (syar'i), melainkan merujuk pada pengertian yang berlaku dalam kelompok tertentu (urfi). Yaitu, ASWAJA adalah kelompok yang konsisten menjalankan sunnah Nabi saw. dan mentauladani para sahabat Nabi dalam akidah (tauhîd), amaliah badâniyah (syarîah) dan akhlaq qalbiyah (tasawuf).

Dengan pengertian terminologis demikian, ASWAJA secara riil di tengah-tengah umat Islam terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, Ahl Alhadits dengan sumber kajian utamanya adalah dalil sam’iyah, yakni Alqur’an, Assunnah Ijma dan Qiyas. Kedua, para ahl alkalâm atau ahl annadhar (teologi) yang mengintegrasikan intelegensi (asshinâ’ah alfikriyyah).Mereka adalah Asyâ'irah dengan pimpinan Abu Hasan Al'asy’ari dan Hanafiyah dipimpin oleh Abu Manshur Almaturidi.Sumber penalaran mereka adalah akal dengan tetap meletakkan dalil sam’iyyah dalam porsinya. Ketiga, Ahl Alwijdân wa Alkasyf (kaum shufiyah). Sumber inspirasi mereka adalah penalaran Ahl Alhadits dan Ahl Annadhar sebagai media penghantar yang kemudian dilanjutkan melalui pola kasyf dan ilham. Ketiga kelompok inilah yang paling layak disebut ASWAJA secara hakiki.

Di Indonesia, Nahdlatul Ulama merumuskan ASWAJA dengan dua pengertian. Pertama, ASWAJA sudah ada sejak zaman Nabi, sahabat nabi, tâbi'în dan tâbi'înattâbi'în yang umumnya disebut dengan assalaf ashshalih. Pendapat ini didasarkan pada pengertian bahwa ASWAJA berarti golongan yang setia pada Assunah dan Aljamâ'ah, yaitu Islam yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya pada zaman Nabi masih hidup dan apa yang dipraktekkan para sahabat sepeninggal beliau, terutama Khulafa‘ Arrasyidin. Dari pengertian ini, ASWAJA dirumuskan sebagai: kelompok yang senantiasa konsisten dan setia mengikuti sunnah Nabi saw. dan thariqah atau jalan para sahabatnya dalam akidah, fiqh dan tasawuf. Kelompok ini terdiri dari para teolog (mutakallimîn), ahli fiqh (fuqahâ’), ahli hadits (muhaditsîn), dan ulama tasawuf (mutashawwifîn).

Kedua, ASWAJA adalah paham keagamaan yang muncul (dimurnikan) setelah Imam Abu Alhasan Al'asy'ari dan Imam Abu Manshur Almaturidi memformulasikan akidah Islam yang sesuai dengan Alqur'an dan Assunnah. Itu sebabnya, kelompok ASWAJA juga disebut sebagai penganut paham Asy'ariyah dan Maturidiyah.  Dari terminologi ASWAJA seperti di atas, dapat dimengerti bahwa Ahlussunah wal Jama‘ah merupakan istilah yang terbangun melalui nalar ‘urfi, untuk mencirikan umat Muslim sebagai representasi dari sawâd al'a’dham (kelompok mayoritas) ketika kondisi perpecahan paham merajalela dan dirasa perlu merapatkan barisan dan menyepakati sebuah identititas, sebagai upaya membedakan antara yang haq dan bathil, antara mereka yang teguh mengikuti sunnah dan yang menyimpang dengan berbagai macam bid’ah.

Sejarah kemunculan istilah ASWAJA sebagai sebuah nama firqah (sekte) Islam, sebenarnya dipengaruhi dari perpecahan dalam Islam. Sejak peristiwa pembunuhan khalifah Islam ketiga, Utsman bin Affan, sejak saat itulah episode perpecahan dalam tubuh Islam dimulai. Dari peristiwa ini muncul serangkaian perang antara para sahabat. Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah saat itu harus berhadapan perang melawan Sayyidah Aisyah, mertuanya sendiri, yang menuntut qishas darah Utsman bin Affan. Dalam perang yang dikenal sebagai perang Jamal ini, puluhan sahabat besar dan hapal Alqur’an gugur terbunuh oleh sesama Muslim akibat provokasi da konspirasi kaum munafiq Yahudi (Abdulah ibn Saba’ dkk.).Berikutnya, pecah perang Shiffin antara pasukan Ali berhadapan dengan pasukan Muawaiyah yang kemudian memunculkan peristiwa Tahkîm (arbitrase).Ide Tahkîm dari kubu Muawiyah menjelang kekalahan pasukannya yang disetujui Ali ini, kemudian menyulut perpecahan di antara pasukan Ali, yang dari sini selanjutnya melahirkan sekte Islam Syi’ah yang mendukung kebijakan Ali dan sekte Khawarij yang menolak kebijakannya.

Dengan demikian, ASWAJA adalah aliran pemahaman keagamaan yang bercita-cita mengamalkan syari’at Islam secara murni, sesuai yang dikehendaki oleh Allah.ASWAJA meyakini wahyu bersifat 'gaib' dan disampaikan dalam kegaiban. Untuk itu tidak ada yang patut mengaku sebagai pengamal syari’at Islam secara mutlak benar kecuali Rasulullah saw., karena beliaulah yang menerima dan dituntun wahyu sesuai kehendak Allah.

1.2   Rumusan Masalah

A.Doktrin Aswaja dalam Aspek Kehidupan?

B.Apa pemikiran dasar ahlussunah wal jamaah?

C.Apa karakter doktrin Aswaja?

1.3 Tujuan

       Adapun tujuan yang ingin dicapai sejalan dengan rumusan masalah dalam makalah ini adalah mahasiswa dapat memperoleh pemahaman lebih mendalam tentang aswaja dalam aspek kehidupan.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.Doktrin Aswaja dalam aspek Kehidupan

GARIS-GARIS BESAR DOKTRIN ASWAJA

Islam, iman dan ihsan adalah trilogi agama (addîn) yang membentuk tiga dimensi keagamaan meliputi syarî'ah sebagai realitas hukum, tharîqah sebagai jembatan menuju haqîqah yang merupakan puncak kebenaran esensial. Ketiganya adalah sisi tak terpisahkan dari keutuhan risalah yang dibawa Rasulullah saw. yang menghadirkan kesatuan aspek eksoterisme (lahir) dan esoterisme (batin). Tiga dimensi agama ini (islam, iman dan ihsan), masing-masing saling melengkapi satu sama lain. Keislaman seseorang tidak akan sempurna tanpa mengintegrasikan keimanan dan keihsanan. Ketiganya harus berjalan seimbang dalam perilaku dan penghayatan keagamaan umat.Dalam perkembangan selanjutnya, kecenderungan ulama dalam menekuni dimensi keislaman, melahirkan disiplin ilmu yang disebut fikih. Kecenderungan ulama dalam menekuni dimensi keimanan, melahirkan disiplin ilmu tauhid. Dan kecenderungan ulama dalam dimensi keihsanan, melahirkan disiplin ilmu tasawuf atau akhlak. Paham Aswaja mengakomodir secara integral tiga dimensi keagamaan tersebut sebagai doktrin dan ajaran esensialnya. Karena praktek eksoterisme keagamaan tanpa disertai esoterisme, merupakan kemunafikan. Begitu juga esoterisme tanpa didukung eksoterisme adalah klenik. Semata-mata formalitas adalah tiada guna, demikian juga spiritualitas belaka adalah sia-sia.Imam Malik mengatakan, “Barang siapa menjalani tasawuf tanpa fikih, maka dia telah zindiq, barang siapa memegang fikih tanpa tasawuf, maka dia telah fasiq, dan barang siapa menyatukan keduanya, maka dia telah menemukan kebenaran”.Garis besarnya antara lain:

1.Doktrin Keimanan

Keimanan adalah pembenaran (tashdîq) terhadap Allah, Rasul dan segala risalah yang dibawanya dari Allah. Dalam doktrin keimanan, yang selanjutnya termanifestasi ke dalam bidang tauhid (teologi/kalam) ini, ASWAJA berpedoman pada akidah islamiyah (ushûluddîn) yang dirumuskan oleh Abu Alhasan Al'asy'ari (260 H./874 M. – 324 H./936 M.) dan Abu Manshur Almaturidi (w. 333 H.).

2.Doktrin Keislaman

Doktrin keislaman, yang selanjutnya termanifestasi ke dalam bidang fiqh yang meliputi hukum-hukum legal-formal (ubudiyah, mu'amalah, munakahah, jinayah, siyasah dan lain-lain), ASWAJA berpedoman pada salah satu dari empat madzhab fiqh: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah.Ada alasan mendasar mengenai Aswaja hanya empat madzhab ini. Di samping otentisitas madzhab yang terpercaya melalui konsep-konsep madzhab yang terkodifikasi secara rapi dan sistematis, metodologi pola pikir dari empat madzhab ini relatif tawâzun (berimbang) dalam mensinergikan antara dalil aql (rasio-logis) dan dalil naql (teks-teks keagamaan) .Empat madzhab ini yang dinilai paling moderat dibanding madzhab Dawud Adhdhahiri yang cenderung tekstualis dan Madzhab Mu'tazilah yang cenderung rasionalis.Jalan tengah ( tawâsuth ) yang dicapai Aswaja di antara dua kutub ekstrim, yaitu antara rasioalis dengan tekstualis ini, karena jalan tengah atau moderat diyakini sebagai jalan paling selamat di antara yang selamat, jalan terbaik diantara yang baik, sebagaimana yang ditegaskan Nabi saw. dalam sabdanya: Sebaik-baiknya perkara adalah tengahnya.Dengan prinsip inilah Aswaja mengakui bahwa empat madzhab yang memadukan dalil Al Quran, Hadits, Ijma' dan Qiyas (analogi), diakuinya mengandung kemungkinan lebih besar berada di jalur kebenaran dan keselamatan. Hal ini juga dapat berarti bahwa kebenaran yang diikuti dan diyakini oleh Aswaja hanya bersifat kemungkinan dan bukan kemutlakan.

3.Doktrin Keihsanan (Tasawuf)

Tasawuf adalah sebuah manhaj spiritual yang bisa dilewati bukan melalui teori-teori ilmiah semata melainkan dengan mengintegrasikan antara ilmu dan amal, dengan jalan melepaskan (takhallî) baju kenistaan (akhlaq madzmûmah) dan mengenakan (tahallî) jubah keagungan (akhlaq mahmûdah), sehingga Allah hadir (tajallî) dalam setiap gerak-gerik dan perilakunya.Doktrin keihsanan, yang selanjutnya termanifestasi ke dalam bidang tasawuf atau akhlaq ini, ASWAJA berpedoman pada konsep tasawuf akhlaqi atau amali, yang dirumuskan oleh Imam Aljunaid Albaghdadi dan Alghazali. Limitasi (pembatasan) hanya kepada kedua tokoh ini, tidak berarti manafikan tokoh-tokoh tasawuf falsafi dari kelompok ASWAJA, seperti Ibn Al'arabi, Alhallaj dan tokoh-tokoh sufi 'kontroversial' lainnya.Doktrin keihsanan, yang selanjutnya termanifestasi ke dalam bidang tasawuf atau akhlak ini, Aswaja berpedoman pada konsep tasawuf akhlaqi atau amali , yang dirumuskan oleh Imam al Junaid al Baghdadi dan al Ghazali. Pembatasan hanya kepada kedua tokoh ini, tidak berarti manafikan tokoh-tokoh tasawuf falsafi dari kelompok Aswaja, seperti Ibn al Arabi, al Hallaj dan tokoh-tokoh sufi 'kontroversial' lainnya.

DASAR PEMIKIRAN AHLISSUNNAH WAL JAMA’AH:

1.Akidah

2.Syariah

3.Tasawuf

KARAKTER DOKTRIN ASWAJA:

1). TIS’UN NAHDLOH

1.Nahdloh syari’ah(نَهْضَةُ الشَّرْعِيَّة /Kebangkitan syari’ah Islam), sebagai kelanjutan estafesasi perjuanagan wali songo dan membenarkan adanya kekeliruan pemahaman islam serta menghilangkan khurofat .

2. Nahdloh ‘Ilmiyyah (نَهْضَةُ العلمية /Kebangkitan Ilmu Pengetahuan). Hal ini dilakukan dengn cara mendasarkan gerak perjuangan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan .

3.Nahdloh Tarbiyyah (نَهْضَةُ التربية /Kebangkitan Pendidikan dan pengajaran). Hal ini dilakukan dengan cara usaha mendidik warga nahdliyyin dan bangsa, serta membebaskan manusia dari kebodohan dan kebiadaban.

4. Nahdloh Khuluqiyyah (نَهْضَةُ الخلوقية /Kebangkitan Etika atau akhlak). Hal ini dilakukan dengan cara menjadikan akhlakul karimah sebagai pilar dan gerak Ahlissunnah wal jama’ah annahdliyyah (NU) 5.Nahdloh Ukhuwwah (نَهْضَةُ الاخوّة /kebangkitan persaudaraan), dengan menjalankan gerak roda perjuangan berdasarkan prinsip persaudaraan, kesetiakawanan, saling tolong menolong dan menghapuskan permusuhan.

6.Nahdloh Ta’awuniyyah (نَهْضَةُ التعاونية /Kebangkitan Tolong-Menolong), dengan menjalankan gerak perjuangan berdasarkan prinsip tolong menolong.. Nahdloh Ijtima’iyyah (نَهْضَةُ الاجتماعية /Kebangkitan hidup berorganisasi kemasyarakatan), dengan cara menempatkan kepentingan social dan kepentingan umat serta kepentingan warga nahdliyyin (NU) sebagai sasaran utama gerakan perjuangan jam’iyyah Nahdlotul Ulama’ (NU).

7).Nahdloh Iqtishodiyyah (نَهْضَةُ الاقتصادية / kebangkitan Perekonomian), dengan meningkatkan taraf hidup ekonomi kaum nahdliyyin berdasarkan prinsip kesederhanaan, kejujuran dan kemanfaatan, tanpa kemubadziran.

8).Nahdloh Imroniyyah (نَهْضَةُ العمرانية /Kebangkitan Pembangunan dan kebijakkan). Hal ini dilakukan dengan cara menempatlkan pembangunan semua sector kehidupan sebagai sarana bertawakkal kepada Allah SWT.

2). PENGAWAL PEMURNIAN ISLAM

Untuk mengawal ini, NU memandang bahwa sumber utama dalam mermahami syari’ah adalah al-qur’an dan al-sunnah sesuai dengan doktrin ahlissunnah wal jama’ah.. suntuk mewujudkannya pemahaman tersebut harus mengikuti pemahaman para ulama’ madzahibul arba’ah.

3). PELEMBAGAAN IDE ULAMA

Karakter ketiga ini dinyatakan bahwa NU merupakan lembaga atau organisai yang menapung pemikiran para ulama’ dan merupakan wadah dari suatu kegiatan untuk merealisasikan pemikiran tersebut. Karnanyalah kelompok Ulama (syuriyah) merupakan pimpinan NU dan beragama dan berorganisasi.

4).KEKUATAN SPIRITUAL

Prinsip ini, sikap ikhlash dalam berjuang dan beramal merupakan landasan sikap warga NU dan organisasi NU yang bisa melahirkan sikap optimis dalam menghadapi semua kasus dan masa depan.

 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas,mahasiswa dapat mengetahui bahwa didalam aspek kehidupan, kelompok yang masuk Aswaja meliputi ahli tauhid (kalam), ahli fikih (syariat), ahli tasawuf (akhlak) dan bahkan ahli hadis ( muhadditsîn ). dari garis-garis besar Aswaja yakni; Islam, iman dan ihsan adalah trilogi agama (addîn) yang membentuk tiga dimensi keagamaan meliputi syarî'ah sebagai realitas hukum, tharîqah sebagai jembatan menuju haqîqah yang merupakan puncak kebenaran esensial. Ketiganya adalah sisi tak terpisahkan dari keutuhan risalah yang dibawa Rasulullah saw. yang menghadirkan kesatuan aspek eksoterisme (lahir) dan esoterisme (batin). Tiga dimensi agama ini (islam, iman dan ihsan), masing-masing saling melengkapi satu sama lain. Keislaman seseorang tidak akan sempurna tanpa mengintegrasikan keimanan dan keihsanan. Ketiganya harus berjalan seimbang dalam perilaku dan penghayatan keagamaan umat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Tebuireng Online [M. Abror Rosyidin]

 

Abdul Fazanazi
Abdul Fazanazi Seorang santri dan mahasiswa yang ingin selalu berkarya melalui tulisan dan atau melalui apapun itu, bisa menemui saya di IG, FB, YouTube, dengan nama @abdulfazanazi

Posting Komentar untuk "MAKALAH | Doktrin Aswaja Dalam Aspek Kehidupan"