Sejarah Penyebutan Kitab Kuning
Istilah kitab kuning memang akrab dengan dunia pesantren, terutama pesatren yang salaf, karena memang di sana dibahas dan dikaji kitab kuning. Meskipun definisi tentang kitab kuning itu sendiri belum baku, dan umumnya dikonotasikan dengan kitab-kitab klasik yang disusun oleh para ulama Timur tengah pada abad pertengahan, dan kebanyakan berupa kitab fiqh, aqaid, tafsir, dan tasawuf. Sementara kitab yang membahas tentang persoalan filsafat, politik secara khusus, sangat jarang atau kalau tidak boleh dikatakan sebagai tidak ada sama sekali. Namun demikian secara umum kitab kuning itu sendiri merupakan kitab kitab yang ditulis sebelum abad ke 17 dan ditulis dengan gaya tertentu. Sedangkan kenapa dikatakan sebagai kitab kuning itu lebih disebabkan oleh kondisi riil kitab-kitab tersbeut yang untuk pertamakalinya dicetak secara sederhana dan dengan memakai kertas yang berwarna kuning.
Kebanyakan naskah para ulama pasca Khulafaa al-Rasyidin ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab tanpa harakat, tidak seperti Al-Qur'an pada umumnya. Dikarenakan tujuan pemberian harakat pada Al-Quran lebih kepada bantuan bagi orang-orang non arab dan penyeragaman. Sedangkan bagi orang yang menguasai tata bahasa bahasa Arab maka dapat dengan mudah membaca kalimat tanpa harakat tersebut. Inilah yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Kitab Gundul untuk membedakannya dengan kitab bertulisan dengan harakat.
Sedangkan mengenai penyebutan istilah sebagai Kitab Kuning, dikarenakan memang kitab-kitab tersebut kertasnya berwarna kuning, hal ini disebabkan warna kuning dianggap lebih nyaman dan mudah dibaca dalam keadaan yang redup. Ketika penerangan masih terbatas di masa lampau, utamanya di desa-desa, para santri terbiasa belajar di malam hari dengan pencahayaan seadanya. Meski penerangan kini telah mudah, kitab-kitab ini sebagian tetap diproduksi menggunakan kertas warna kuning mengikuti tradisi, walaupun ada juga yang telah dicetak pada kertas berwarna putih (HVS). Sebab lainnya, adalah karena umur kertas yang telah kuno yang turut membuat kertas semakin lama akan menguning dan menjadi lebih gelap secara alami, juga disebutkan ketika dahulu lilin/lampu belum bercahaya putih dan masih kuning maka kertas berwarna putih atau kuning sama saja akan tetap terlihat kuning, sehingga ketika kertas kuning dahulu lebih ekonomis maka penggunaan kertas kuning dapat meringankan ongkos produksi secara masal.
Spesifikasi kitab kuning secara umum lerletak dalam formatnya (layout), yang terdiri dari dua bagian: matn (teks asal) dan syarh (komentar, teks penjelas atas matn). Dalam pembagian semacam ini, matn selalu diletakkan di bagian pinggir (margin) sebelah kanan maupun kiri, sementara sharh, karena penuturannya jauh lebih banyak dan panjang dibandingkan matn, diletakkan di bagian tengah setiap halaman kitab kuning. Ciri khas lainnya terletak dalam penjilidannya yang tidak total, yakni tidak dijilid scperti buku. Ia hanya dilipat berdasarkan kelompok halaman (misalnya, setiap 20 halaman) yang secara teknis dikenal dengan istilah korasan. Jadi, dalam satu kilab kuning terdiri dari beberapa korasan yang memungkinkan salah satu atau beberapa korasan itu dibawa secara lerpisah. Biasanya, ketika berangkat ke majelis pengkajian (pengajian), santri hanya membawa korasan tertentu yang akan dipelajarinya bersama sang kiai.
Kemungkinan lain penyebutan istilah kitab kuning tersebut dikhususkan bagi kitab-kitab klasik atau kitab yang beraliran klasik, meskipun ditulis belakangan dan mengikuti madzhab Syafii, sehingga kalau ini yang menjadi pengertiannya, beberapa kitab kuno yang mengikuti madzhab Hanafi misalnya, tentu tidak akan dianggap sebagai kitab kuning. Dan begitu juga sebaliknya meskipun sebuah kitab itu ditulis belangan, namun beraliran klasik dan menganut madzhab Syafii, maka dapat digolongkan kedalam kitab kuning.
Kini di era modern Kitab-kitab tersebut telah dialih berkaskan menjadi fail buku elektronik, misalnya chm atau pdf. Ada juga software komputer dalam penggunaan kitab-kitab ini yaitu Maktabah Syamila (Shameela) yang juga mulai populer digunakan dikalangan para santri pondok pesantren modern.
Posting Komentar untuk "Sejarah Penyebutan Kitab Kuning "