Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
HIDUP SEDERHANA PEMIKIRAN JANGAN SEDERHANA

Makalah Teori-teori Konseling | Karya Menulis

 MAKALAH

Teori-teori Konseling

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Bimbingan Konseling Islam

Dosen Pengampu: Mustajab, M.Pd.I





Disusun oleh:

Moh. 'Abdul Faqih    (20116939)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA (IAINU) KEBUMEN

2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan inayahnya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyusun makalah yang membahas tentang “Teori-teori Konseling” dengan baik serta tepat waktu. Sholawat serta salam Allah swt senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad saw. Semoga kita semua termasuk umat dan golongan yang akan diberi syafa’at besok di hari akhir amiin.

Adapun maksud pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling Islam dan juga bertujuan untuk menambahkan wawasan bagi pembaca dan penulis. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada :

Bapak Mustajab, MPd.I selaku dosen pembimbing mata kuliah Bimbingan dan Konseling Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan studi yang saya tekuni.

Kedua orang tua saya yang senantiasa memberikan dukungan dari materi hingga semangat serta do’a.

Rekan seperjuangan yang selalu menjadi penyemangat saya dengan memberikan dukungan dalam penyelesaian makalah ini.

Saya sadari, makalah yang saya buat ini, jauh dari kata sempurna sehingga tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu dari pembaca khususnya saran dan kritik saya terima, dan semoga makalah yang saya buat ini dapat menambah wawasan sedikit bagi kalian, terimakasih.


Kebumen, 7 Oktober 2022


Penyusun 



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang............................................................................................................1

Rumusan Masalah.......................................................................................................1

Tujuan.........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN 

Teori Konseling Cilent Centered (Berpusat Pada Klien)............................................7

Teori Konseling Rational Emotive.............................................................................11

Teori Konseling Behavioral........................................................................................13

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.................................................................................................................15

Daftar Pustaka.............................................................................................................16










BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konseling sebagai ilmu terapan Ilmu atau ilmu pengetahuan merupakan sejumlah atau sekumpulan pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik, dan dapat diandalkan dalam menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam atau tingkah laku guna memperbaiki kualitas hidup manusia dan masyarakat. Sedangkan pengetahuan adalah suatu yang diketahui berdasarkan pengindraan dan pengolahan daya pikir. Pengetahuan secara umum juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengetahuan sederhana berupa pengetahuan faktual yang didapat dari pengalaman hidup sehari-hari atau berdasar akal sehat, serta pengetahuan teoritis berupa teori, hokum, prinsip, dan konsep yang telah diuji ketepatannya dengan fakta melalui kegiatan penelitian. Ilmu yang dianggap maju memuat susunan teori-teori tersebut. Sehingga pada akhirnya ilmu tersebut dapat digunakan dalam kegiatan professional.

Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksanaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Teori diartikan sebagai prinsip-prinsip yang dapat diuji sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk melaksanakan penelitian dan pada umumnya diartikan sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung oleh data untuk menjelaskan suatu fenomena. Teori yang baik mempunyai kriteria sebagai berikut: jelas, komprehensif, parsiminous atau dapat menjelaskan data secara sederhana dan jelas, dan dapat menurunkan penelitian yang bermanfaat. Adapun fungsi teori antara lain: memberikan kerangka kerja bagi informasi yang spesifik, menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks menjadi sederhana, menyusun pengalaman-pengalaman sebelumnya, mensistematikkan penemuan-penemuan, melahirkan hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, dan memberi penjelasan. Lahirnya suatu teori mempunyai kaitan dasar pribadi, sosiologis, dan filosofis. Suatu teori mencerminkan kepribadian pembuatnya, sebagai suatu hasil proses waku, kondisi kekuatan sosial dan budaya dan filsafat yang dianut pembuatnya. Teori-teori konseling muncul bersamaan dengan munculnya konseling itu sendiri sejak permulaan abad 20. Sebagaimana dikatakan di atas, pemunculan suatu teori berkaitan dengan pribadi pembuatnya, waktu dan tempat, kondisi sosial budaya dan filsafat. Demikian pula pemunculan teori-teori konseling mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas.

            Para calon konselor yang sedang menjalani pelatihan, dan pastinya konselor aktif, mestinya mengenali teori-teori konseling yang sudah dikenal . persisnya mengenai premis-premis, karakteristik, perbedaan-kemiripan, dan implikasinya bagi praktek. Namun, harus dicamkan kalau teori-teori yang sudah dikenal luas dibidang konseling ini menyediakan hanya sebuah dasar, sehingga konselor yang berpraktik harus sanggung memodifikasi nya agar cocok dengan situasi  unik yang di dalam dirinya berfungsi, dan juga yang cocok dengan kepribadian setiap konselor yang unik.


Rumusan Masalah 

Apa yang diketahui tentang teori Teori Konseling Cilent Centered (Berpusat Pada Klien)?

Apa yang diketahui tentang Teori Konseling Rational Emotive?

Apa yang diketahui tentang Teori Konseling Behavioral?


Tujuan 

Untuk mengetahui tentang Teori Konseling Cilent Centered (Berpusat Pada Klien)

Untuk mengetahui tentang Teori Konseling Rational Emotive 

Untuk mengetahui tentang Teori Konseling Behavioral












           BAB II

PEMBAHASAN

Konseling Cilent Centered (Berpusat Pada Klien)

Menurut Roger Konseling dan Psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak.

Pandangan Tentang Sifat Manusia 

Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi cilent centered  dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada Klien, bukan terapis yang memiliki otoritas. Klien diposisikan untuk memiliki kesanggupan-kesanggupan dalam membuat keputusan. 

Pendekatan konseling cilent centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktulisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. 

Terapi berpusat pada klien (Cilent Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang sesifik. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. 

Terapi Cilent Centered dipelopori oleh Carl. R. Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya pendekatan Cilent Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. 

Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang mendukung individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan dan individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan. 

Prinsip-prinsip dalam Terapi Cilent Centered

Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi diri ya dan pemecahan masalah dirinya Konsep pokok yang men dasan adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada Klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.

Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-benar memahami bagaimana ia mempersepsikannya. Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan untuk mengaktualisasi kan diri. Secara otomatis individu akan mengembangkan poten sinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung. Kondisi-kondisi ini dapat diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu, terapis harus bersikap nondirektif.

Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan pene rimaan. Dalam terapi, hal ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada hubungan (antara terapis dan klien) dan pengkomunikasian empati, sikap menghargai, dan ke tulusan dari terapis.

Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang ia terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia mengalami penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam terapi. 

Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model feno menologis. Konseling person-centered mula-mula dikem bangkan pada 1940-an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered.

Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi ter utama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pende katan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.

Pendekatan terapi Client Centered memiliki tujuan se bagai berikut:

Keterbukaan pada Pengalaman

Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada peng alamam menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.

Kepercayan pada Organisme Sendiri

Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.

Tempat Evaluasi Internal 

Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan standar standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.

Kesediaan untuk menjadi Satu Proses

Konsep tentang diri dalam proses pembentukan meru pakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berba hagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi. persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.

Tujuan Konseling dengan Pendekatan Cilent Center

Tujuan konseling dengan pendekatan Cilent Centered adalah sebagai berikut:

Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal ham batan pertumbuhannya.

Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keter bukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya, keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.

Menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam peng aturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-explo ration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.

Klien cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk mening katkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standar internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.

Konsep hubungan antara konselor dan klien dalam pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) "jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya sen diri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi”. 

Ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan teraputik, yaitu Pertama, Keselarasan/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintg rasi selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap klien. Hal ini dapat menghambat pro ses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi bahwa jika terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan client maka proses teraputic bisa ber langsung. Kedua, Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bukan sikap "Saya mau menerima asalkan.....melainkan "Saya menerima anda apa adanya". Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap klien, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada klien. Ketiga, Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari klien. Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan klien yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami perasaan klien yang samar dan mem berikan makna yang makin jelas. Tugas terapis adalah mem bantu kesadaran klien terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi client sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh klien, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.

Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut:

Konseling memusatkan pada pengalaman individual. 

Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan perasaan yang mengarah pada pertumbuhan.

Melalui penerimaan terhadap klien, konselor mem bantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.

Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.

Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.

Konseling Rational Emotive

Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang di temukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan "Teori A-B-C-D-E". teori ini meru pakan sentral dari teori dan praktek RET. Adapun Tahapan dari Teori ini adalah:

Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A).

Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasi onal atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A).

Self verbalization.

Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus me nerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya.

Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A).

Rational or reasonable Consequences, yakni kon sekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari B-keyakinan yang rasional.

Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasio nal atau layak secara empirik mendukung kejadian-ke jadian eksternal (A).

Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (dis puting).

Validate or invalidate self-verbalization: yakni suatu proses self-verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.

Cognitive Effect of Disputing, yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional.

Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi dari pada individu. 

Behavioral Effect of Disputing, yakni efek dalam peri laku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakin an-keyakinan irasional diatas.

Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu.

Adapun tujuan dari konseling emotif adalah:

Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.

Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Konselor melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan mem bangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.

Albert Ellis (1973) mengemukakan hal-hal yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu:

Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.

Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.

Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.

Menggunakan analisis logis untuk mengurangi ke yakinan-keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.

Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah inoperative dan bahkan hal ini pasti senan tiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional. 

Menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.

Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkan kembali dan disubtitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya. 

Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasi kan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwaide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya kan membantu per kembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

Konseling Behavioral

Konsep behavioral: perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk mem bantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya. Thoresen (shertzer & Stone 1980, 188) memberikan ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut:

Kebanyakan perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah.

Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan indi vidu dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha mem bawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan.

Prinsip-prinsip belajar spesial seperti: "reinforcement" dan "social modeling", dapat digunakan untuk mengembang kan prosedur-prosedur konseling.

Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari per ubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.

Prosedurprosedur konseling tidak statik, tetap atau di tentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.

Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190) konseling behavior merupakan suatu proses mem bantu orang untuk memecahkan masalah.interpersonal, emosional dan keputusan tertentu. Urutan pemilihan dan pene tapan tujuan dalan konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986, 178) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai berikut:

Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.

Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling. 

Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetap kan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.

Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik. 

Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.

Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.

Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut: untuk meneruskan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referral.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan 

Konseling diatas sebagai ilmu terapan Ilmu atau ilmu pengetahuan merupakan sejumlah atau sekumpulan pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik, dan dapat diandalkan dalam menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam atau tingkah laku guna memperbaiki kualitas hidup manusia dan masyarakat sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksanaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya.


Abdul Fazanazi
Abdul Fazanazi Seorang santri dan mahasiswa yang ingin selalu berkarya melalui tulisan dan atau melalui apapun itu, bisa menemui saya di IG, FB, YouTube, dengan nama @abdulfazanazi

Posting Komentar untuk "Makalah Teori-teori Konseling | Karya Menulis "